Pagi ini adalah kali pertama Sachie kami ajak belanja kebutuhan dapur di pasar tradisional desa kami. Kalau kakaknya, Rayya, sih sudah sering diajak Mbah Utinya. 

pasar tradisionalMemasuki pasar, Sachie yang masih dalam gendongan saya terlihat takjub dengan tempat yang baru pertama kali dikunjunginya ini. Puluhan kios atau lapak tampak berderet-deret, sedikit tidak rapi, dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jenis dagangannya.

Keceriaan seketika semburat di wajah Sachie ketika dia kami bebaskan berlarian di antara los pasar sambil menyanyikan lagu Let It Go (soundtrack film animasi Frozen yang terkenal itu lho), dengan artikulasi yang hanya dapat dicerna oleh kami sekeluarga tentunya. Juga ketika dia mengejar anak kucing yang ditemukannya sedang leyeh-leyeh sendirian di dekat lapak pedagang ikan. 

Yang paling menggemaskan adalah ketika Sachie dengan perbendaharaan katanya yang masih terbatas berusaha menirukan gaya bundanya yang sedang membeli sayur-mayur.

Mengajak anak-anak berbelanja di pasar tradisional menurut kami ibarat melaksanakan sebuah misi penting yaitu menunjukkan pada anak-anak bahwa ada tempat belanja yang tak kalah keren, lebih lengkap, dan jauh lebih mengasyikkan dibanding modern-mart yang berserak di sekitar rumah kami. Modern-mart yang selama ini berperan sebagai pembunuh toko-toko kecil milik tetangga kami.

Keasyikan Sachie bermain di pasar desa kami pun berakhir seiring dengan terpenuhinya daftar belanja kami. Merasa belum puas bermain, Sachie berontak, menolak untuk diajak pulang. Dengan terpaksa bundanya mengeluarkan berbagai jurus rayuan untuk membujuknya. Akhirnya kami pun pulang dengan menggamit keceriaan yang jelas membekas di wajah kedua anak kami.

Dan ya, saya sungguh bersyukur dapat merasakan kebahagiaan bersama keluarga dengan cara yang begitu sederhana. 

Comments